Subscribe:

Welcome

Senin, 23 Januari 2012

Memperlakukan Buah Hati


1- Pahami anak sebagai individu yang berbeda.
Seorang anak dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda. Memiliki bakat dan minat yang berbeda pula. Karenanya, dalam menyerap ilmu dan mengamalkannya berbeda satu dengan yang lainnya. Sering terjadi kasus, terutama pada pasangan muda, orangtua mengalami “sindroma” anak pertama. Karena didorong idealisme yang tinggi, mereka memperlakukan anak tanpa memerhatikan aspek-aspek perkembangan dan pertumbuhan anak. Misal, anak dipompa untuk bisa menulis dan membaca pada usia 2 tahun, tanpa memerhatikan tingkat kemampuan dan motorik halus (kemampuan mengoordinasikan gerakan tangan) anak.

2- Memberi tugas hendaklah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)

3- Berusahalah untuk selalu menghargai niat, usaha dan kesungguhan anak.
Jangan mencaci maki anak karena kegagalannya. Tapi berikan ungkapan-ungkapan yang bisa memotivasi anak untuk bangkit dari kegagalannya. Misal, “Abi tidak marah kok, Ahmad belum hafal surat Yasin. Abi tahu, Ahmad sudah berusaha menghafal. Lain kali, kita coba lagi ya.

4- Tidak membentak, memaki dan merendahkan anak. Apalagi di hadapan teman-temannya atau di hadapan umum.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (An-Nisa`: 5)
 
5- Tidak membuka aib (kekurangan, kejelekan) yang ada pada anak di hadapan orang lain.
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menutup (aib) seorang muslim, Allah akan menutup (aib) dirinya pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 2442)

6- Jika anak melakukan kesalahan, jangan hanya menunjukkan kesalahannya semata. Tapi berilah solusi dengan memberitahu perbuatan yang benar yang seharusnya dia lakukan. Tentunya, dengan cara yang hikmah.
‘Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saat saya masih kecil dalam asuhan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya menggerak-gerakkan tangan di dalam nampan (yang ada makanannya). Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatiku, ‘Wahai ananda, sebutlah nama Allah (yaitu bacalah Bismillah saat hendak makan). Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang ada di sisi dekatmu’.” (HR. Al-Bukhari no. 5376)

7- Tidak memanggil atau menyeru anak dengan sebutan yang jelek.
Seperti perkataan: “Dasar bodoh!”
Ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian menyeru (berdoa) atas diri kalian kecuali dengan sesuatu yang baik. Karena, sesungguhnya malaikat akan mengaminkan atas apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim no. 920)

8- Perbanyak ucapan-ucapan yang mengandung muatan doa pada saat di hadapan anak.
Seperti ucapan: بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ
Semoga Allah memberkahi kalian.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Juga selalu mendoakan kebaikan bagi sang anak, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (Al-Furqan: 74)

9- Berusahalah untuk senantiasa berlaku hikmah dalam menghadapi masalah anak. Tidak mengedepankan emosi. Tidak mudah menjatuhkan sanksi.
Telusuri setiap masalah yang ada pada anak dengan penuh hikmah, tabayyun (klarifikasi). 
10- Berusahalah bersikap adil terhadap anak-anak dan berbuat baik kepadanya.
 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)

11- Hindari sikap-sikap dan tindakan yang menjadikan anak mengalami trauma, blocking (mogok), malas atau enggan belajar. Sebaliknya, ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.


oleh: Ayip Syafruddin Abu al Faruq

Selasa, 10 Januari 2012

Si Kecil begitu tergila-gila pada makanan manis

Cari tahu mengapa Si Kecil begitu tergila-gila pada makanan manis?

Q: Mengapa anak-anak lebih menyukai makanan manis?
A: Semua bayi lahir dengan kecenderungan untuk lebih menyukai makanan berkalori tinggi. Jenisnya bisa berupa makanan manis atau berlemak. Pengaruh eksternal dari lingkungan terdekat jelas berperan besar. Orangtua sebaiknya sejak awal membantu Si Kecil untuk mengenalkan dan menyukai rasa lain, seperti asin, asam, dan pahit.
 
Q: Seberapa banyak camilan manis yang boleh dikonsumsi balita?
A:  Tergantung. Beberapa camilan sehat seperti buah memberikan rasa manis juga, kan? Camilan yang direkomendasikan di antaranya buah, yoghurt, sereal, sayuran mentah, dan sandwich. Sementara permen atau kue kering sebaiknya dibatasi. Tapi, jangan terlalu keras melarangnya sebab anak malah akan tertantang untuk makan sembunyi-sembunyi.
Intinya, suguhan permen, cokelat, atau kue kering harus diiringi dengan pedoman jelas. Contohnya, hanya setiap Jumat Si Kecil dibolehkan menikmati sebatang cokelat.
 
Q: Baikkah menghadiahi Si Kecil dengan permen dan kue-kue?
A:  Sebaiknya tidak membiasakan diri menghadiahi Si Kecil dengan permen dan kue-kue. Sebab anak akan mengasosiasikan makanan manis sebagai hal positif dan baik. Bukan ide yang bagus untuk menghubungkan makanan dengan nilai emosional. Kalau ingin memberinya hadiah, ajak saja melakukan kegiatan yang menyenangkan?
 
Q: Bagaimana dengan soft drink ?
A:  Tidak dianjurkan pula menyediakan soft drink pada acara anak-anak. Selain kalorinya sangat tinggi, asupan energi anak akan menjadi berlebih, memicu kegemukan dan potensi berbagai penyakit.
 
Q: Apa saja yang sebaiknya diisikan dalam kotak makan anak?
A:  Roti gandum beroles margarin dan berisi keju atau daging merupakan pilihan tepat. Apalagi Si Kecil masih perlu lebih banyak asupan lemak dibanding orang dewasa. Namun sebaiknya pilih daging dengan sedikit lemak dan keju rendah lemak. Tambahkan produk susu seperti yoghurt ataupun susu, sebotol air, serta potongan buah.
 
Q: Haruskah orangtua khawatir kalau anaknya susah makan?
A:  Nafsu makan bisa berubah-ubah seiring dengan bertambahnya umur anak. Hal ini sangat normal. Sepanjang tahun pertama, bayi akan banyak makan karena mereka harus melipatgandakan berat badan. Kemudian melewati usia tersebut nafsu makan biasanya akan berkurang secara alami. Anak akan terus tumbuh tapi tidak sepesat tahun sebelumnya.
Di lain sisi, mereka juga lebih aktif. Selama Si Kecil tumbuh sesuai usianya, sepanjang itu pula Anda tidak perlu terlalu khawatir. Pastikan saja dia tidak mengonsumsi terlalu banyak camilan dibandingkan makanan yang seharusnya.
 
Q: Jika Si Kecil hanya suka makanan manis, bagaimana membujuknya agar mencoba rasa lain?
A:  Tidak baik memaksa anak, untuk makan sesuatu. Yang bisa Anda lakukan adalah memintanya dengan cara manis namun tegas untuk mencicipinya dalam jumlah sedikit dulu. Misalnya, satu sendok teh kacang polong. Jika ia tak suka, jangan bosan untuk mencobanya di lain waktu.
Coba juga menyajikannya dengan tampilan berbeda. Seperti dimakan mentah, dimasak dengan saus manis dan sebagainya. Yang tak kalah penting jadilah contoh nyata bagi Si Kecil. Tunjukkan padanya bahwa Anda pun menyukai apa yang ada dalam kotak makannya.Ingat, Anda bisa menjadi motivator yang baik bagi anak.
 
Q: Bagaimana menyikapi anak yang memain-mainkan makanannya?
A:  Bagi balita, inilah momen tepat untuk belajar bagaimana memperlakukan makanan, bereksperimen, dan mengetahui sensasi dari makan. Oleh karena itu, perbolehkan mereka untuk sesekali melakukannya.
Selama Anda menjadi contoh yang baik bagi mereka, tak ada masalah berarti dengan Si Kecil. Yang lebih sulit diatasi justru bla anak memiliki rasa takut terhadap makanan hanya karena tidak ingin kotor. Di sinilah pentingnya peran orangtua untuk menanamkan rasa percaya diri kepada Si Kecil.
 
Q: Benarkah kini lebih banyak gangguan makan?
A:  Ya. Setidaknya semakin banyak jumlah anak yang didiagnosis mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Selain terkait dengan minimnya aktivitas fisik, tawaran menggiurkan untuk mengonsumsi makanan dan minuman berkalori tinggi pun semakin meningkat.
 
Q: Bagaimana sebaiknya orang­tua menangani anak yang kelebihan berat badan?
A:  Segera berkonsultasi dengan ahlinya. Ada beberapa klinik spesialis yang memiliki tim dari multidisiplin ilmu kedokteran. Tim ahli ini akan menilai apakah kekhawatiran Anda masih terbilang wajar. Bagaimana pula menangani situasi spesifik dari kondisi Si Kecil. Pilih klinik yang melibatkan seluruh anggota keluarga dalam mengubah gaya hidup dan kebiasaan makan mereka.
 
Q: Bagaimana dengan anak yang kekurangan berat badan?
A:  Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebabnya dan mengamati kebiasaan makannya. Tak jarang orangtua heboh menerapkan program diet ke buah hati mereka tanpa berkonsultasi lebih dulu ke dokter.
Tim dokter biasanya akan melakukan pengamatan terhadap kebiasaan makannya dan hitung-hitungan asupan kalori. Selanjutnya, tim dokter akan membuatkan program makanan secara pribadi dengan jumlah kalori lebih banyak namun dalam porsi kecil. Contohnya, tiga piring penuh porsi nasi “dipecah” menjadi enam porsi kecil. Dengan cara ini diharapkan Si Kecil tercukupi semua kebutuhan kalorinya tanpa harus makan kenyang sekaligus.

sumber :http://sambilminumteh.blogspot.com/2011/12/gemar-yang-manis-saja.html


 
Salam,
Yuli

Minggu, 08 Januari 2012

Anak Berani Tidur Sendiri

Membiasakan anak tidur di kamar sendiri barangkali tak bisa semalam jadi. Kuncinya kesabaran dan rasa cinta Anda.

Memang tak mudah bagi orangtua untuk membuat anak mau tidur sendiri. Apalagi, jika sejak kecil tidak dibiasakan. Padahal, tidur di kamar sendiri bisa membangun kemandirian dan rasa percaya diri anak.
Mengajarkan anak tidur sendiri sebetulnya bisa diajarkan sejak dini. Caranya sebelum usia setahun, anak tidur sendiri di dalam boksnya. Baru di usia dua tahun, orangtua bisa mulai mengajarkan anak tidur di kamarnya sendiri. Sebab di usia ini, ego anak mulai berkembang sehingga mereka mulai memiliki rasa memiliki dan bisa diajarkan tentang ruang pribadi. 

Kemungkinan anak memang akan merasakan perasaan tidak nyaman (separation anxiety) ketika ia mulai diajarkan tidur sendiri. Apalagi jika sebelumnya anak tidur bersama Anda dalam jangka waktu yang lebih lama, maka mereka akan semakin tergantung pada kehadiran Anda. Padahal, masa-masa ini merupakan masa-pembentukan karakter anak. Anda sebaiknya terus berada di samping mereka secara emosi dan secara fisik, melihat dunia dari sudut pandang mereka, dan memahami kesulitannya. 

Berikut beberapa hal yang harus dilakukan orangtua ketika mulai mengajarkan Si Kecil mau dan berani tidur di kamarnya sendiri.
  1. Siapkan kamar tidur anak senyaman dan seaman mungkin. Gunakan warna-warna lembut, seprai dan selimut yang nyaman. Anda bisa juga sediakan buku-buku bacaan untuk pengantar tidur anak.
  2. Luangkan waktu untuk mengatur kamar anak bersama anak. Berikan keleluasaan pada anak untuk mengatur kamarnya. Dari mulai dekorasi, barang-barang, hingga posisinya.
  3. Beri anak pujian atau hadiah bila mereka menyiapkan kamar tidurnya sendiri atau jika mereka sudah berani tidur sendiri. Ini akan membantu meningkatkan rasa percaya diri mereka.
  4. Sebisa mungkin cukupi kebutuhan minum anak sebelum tidur, sehingga anak tidak terbangun karena haus. Tapi ingat, anak sebaiknya juga jangan terlalu banyak minum supaya tidak sering terbangun untuk buang air kecil.
  5. Dongeng sebelum tidur atau obrolan sebelum tidur akan membantu anak merasa tenang dan aman. Jangan lupa, peluk mereka sebelum tidur.
  6. Tak ada salahnya Anda menemani tidur di kamar anak, khususnya pada awal-awal anak tidur sendiri. Tujuannya, agar anak merasa aman pada saat mereka terbangun. Pelan-pelan, tinggalkan anak untuk tidur sendiri sepenuhnya.
  7. Bangunkan anak di pagi hari dengan pelukan. Tunjukkan betapa Anda bangga pada mereka karena telah berani tidur sendiri di kamarnya.

Agar Anak Tidur Nyenyak
  1. Yang pertama harus Anda lakukan adalah fokus pada awal anak berangkat tidur. Jika fase berangkat tidur ini lancar, biasanya yang lain juga tak masalah.
  2. Luangkan waktu untuk menurunkan “tensi” aktivitas anak. Hindari permainan-permainan fisik yang menguras tenaga anak, memutar film horor atau menyeramkan, atau aktivitas lain yang akan menstimulasi anak. Ingat, anak bukanlah orang dewasa yang mampu membuang hal-hal lain sebelum berangkat tidur.
  3. Lakukan rutinitas. Misalnya, membiarkan anak membaca buku atau mendengarkan musik yang menenangkan sebelum tidur. Ini akan membuat anak merasa nyaman sehingga tidurnya tidak terganggu. 

Kok, Balik ke Kamar Mama?
Bagaimana jika anak sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, tapi tiba-tiba ia kembali ke kamar tidur Anda dan ingin tidur bersama Anda?
  1. Bisa saja anak memang belum mengantuk. Sebab di usia lima tahun, anak membutuhkan lebih banyak waktu untuk tidur ketimbang orang dewasa. Atau, anak tidak terlalu aktif atau sudah tidur pada siang harinya, sehingga mereka tidak mengantuk pada malam hari. Kalau ini yang terjadi, ajak anak untuk sedikit beraktivitas supaya letih dan mengantuk, atau kurangi waktu tidur siangnya.
  2. Timbulnya perasaan tak aman. Misalnya, jika anak sudah masuk usia sekolah. Bisa jadi ia stres karena tugas atau situasi di sekolahnya. Rasa cemas atau takut ini juga bisa muncul dari situasi di rumah, dari mulai punya adik, baru pindah rumah, perceraian atau pertengkaran orangtua, dan sebagainya.
  3. Mimpi buruk juga kerap membuat anak takut tidur. Seperti mimpi tentang makhluk mengerikan, makhluk angkasa luar, binatang buas akan terkesan seperti nyata bagi anak-anak. Pasalnya mereka berada pada usia di mana mereka tengah belajar membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Mimpi buruk bahkan kerapkali membuat anak tak lagi mau tidur di kamar dimana ia bermimpi. Coba tanyakan apa yang membuatnya takut. Biarkan ia menceritakan mimpi buruknya. Setelah selesai, tawarkan ia solusi, misalnya membaca doa atau menyalakan lampu. Sebisa mungkin biarkan anak tetap tidur di kamarnya sendiri. Mimpi buruk juga bisa terjadi bila anak kecapaian. Cari tahu, apakah siang harinya anak memang terlalu banyak beraktivitas. Jika ya, buatlah jadwal untuk mengatur waktu tidur anak, sehingga ia tak lagi kecapaian.
  4. Beberapa hal kerap luput dari perhatian orangtua sehingga anak tak nyenyak tidur di kamarnya sendiri. Anak, seperti halnya orang dewasa, sangat sensitif terhadap hal-hal kecil di lingkungan kamarnya. Kamar yang terlalu pengap, terlalu dingin, terlalu terang, terlalu berisik,  kasur yang terlalu keras, seprai yang terlalu lama tidak diganti, bisa menjadi alasan anak enggan tidur di kamarnya sendiri. Bahkan, hal-hal seperti kamar yang terlalu jauh dari kulkas, sehingga anak butuh waktu untuk mengambil minum saat terbangun di malam hari, acapkali membuat anak jadi malas tidur di kamarnya sendiri.
  5. Yang tak boleh diabaikan adalah bila anak menunjukkan gejala-gejala medis ketika ia sulit tidur. Serangan asma atau muntah pada malam hari bisa membuat anak takut tidur sendiri. Orangtua harus waspada terhadap situasi ini, sehingga bisa mencari solusi yang tepat. Untuk masalah yang lebih ringan, orangtua harus meyakinkan anak bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sekaligus membuatnya mau tidur lagi di kamarnya sendiri. Perhatian orangtua juga menjadi faktor yang sangat membantu. Boleh juga bila orangtua secara berkala menjenguk Si Kecil di kamarnya dan menemaninya tidur lagi bila ia terbangun.
Hasto Prianggoro/Berbagai Sumber (http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Berani-Tidur-Sendiri)

Apakah dibolehkan anak laki-laki yang telah baligh tidur bersama ibunya atau saudara perempuannya?
Jawab:
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ memberikan jawaban:
Tidak boleh bagi anak laki-laki yang sudah baligh atau usia mereka telah mencapai 10 tahun untuk tidur bersama ibu atau saudara perempuan mereka di tempat pembaringan mereka atau di kasur mereka, dalam rangka menjaga kemaluan, menjauhkan dari kobaran fitnah dan menutup pintu yang menuju kepada kejelekan.
Nabi n telah memerintahkan untuk memisahkan anak-anak pada tempat tidur mereka apabila mereka telah mencapai usia 10 tahun. Beliau bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan menunaikan shalat saat mereka mencapai usia sepuluh tahun dan pisahkan di antara mereka pada tempat tidurnya[3].”

Dalam Al-Qur’an, Allah l memerintahkan anak-anak yang belum baligh agar minta izin ketika hendak masuk rumah[4] pada tiga waktu yang di situ orangtuanya biasa membuka pakaian dan waktu aurat biasa tersingkap. Allah l menekankan hal tersebut dengan menamakan tiga waktu tersebut sebagai waktu-waktu aurat. Allah l berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kalian miliki dan anak-anak yang belum baligh di antara kalian, meminta izin kepada kalian tiga kali dalam sehari (bila hendak masuk ke tempat/kamar kalian), yaitu; sebelum shalat subuh, ketika kalian menanggalkan pakaian kalian di tengah hari dan setelah shalat isya. Itulah tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atas kalian dan tidak pula atas mereka selain dari tiga waktu tersebut (bila kalian membiarkan mereka masuk tanpa izin). Mereka melayani kalian, sebagian kalian ada keperluan kepada sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat kepada kalian. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha memiliki hikmah.” (An-Nur: 58)

Adapun untuk orang-orang yang telah baligh, Allah l perintahkan untuk meminta izin di setiap waktu ketika hendak masuk rumah. Dia Yang Maha Tinggi berfirman:
“Dan apabila anak-anak dari kalangan kalian telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin (di setiap waktu) seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah l menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha memiliki hikmah.” (An-Nur: 59)

Semua ini ditetapkan dalam rangka menolak fitnah, menjaga kehormatan, dan memutus perantara-perantara kejelekan.
Bila anak lelaki tersebut usianya kurang dari sepuluh tahun maka masih boleh tidur bersama ibunya atau saudara perempuannya, karena dia masih butuh penjagaan dan untuk mencegah perkara yang dikhawatirkan perlu disertai dengan ketentuan aman dari fitnah.
Akan tetapi, ketika aman dari fitnah, walaupun anak-anak tersebut telah baligh, boleh bagi mereka tidur bersama-sama dalam satu kamar/satu tempat, di mana masing-masingnya tidur di ranjang/kasur/tempat tidurnya yang khusus (satu orang satu tempat tidur/kasur). Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. (Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’, ketua Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibn Baz t. Wakil Ketua: Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud, fatwa no. 1600, Fatawa Al-Lajnah, 17/407-409)

Wallahu a'lam
Abu Rofah