Subscribe:

Welcome

Minggu, 13 Februari 2011

Salah, Kok Enggak Mau Ngaku Sih, Nak?

ANAK sering kali tidak mau mengakui kesalahan, ketika berbuat salah. Menghadapi kondisi seperti itu, tentu Moms ingin mengakui bagaimana cara membuat anak mengakui kesalahannya.

Orangtua Sebaiknya

Bersikap tenang, karena mengonfrontasi anak dengan cara "menyerang" dirinya atau dengan marah-marah, tidak akan menyelesaikan masalah. Anak akan semakin mempertahankan dirinya, bisa dengan mengatakan atau mengarang cerita kebohongan lainnya lagi.

Katakan dan yakinkan kepada anak bahwa penting untuk mengatakan atau mengakui kesalahan sehingga orangtua dapat membantu untuk menyelesaikan masalahnya.

Buat suasana senyaman mungkin agar anak mau mengatakan yang sejujurnya. Supaya anak mau mengakui kesalahannya, jangan membuat anak merasa "terpojok" dengan tuduhan kita. Sebagai contoh, anak menjatuhkan vas bunga tapi tidak mengakui kesalahannya.

Sebaiknya orangtua jangan katakan, "Lihat apa yang kamu lakukan, kamu menjatuhkan vas ini sampai pecah kan?!!". lebih baik orangtua mengatakan, "Apa yang terjadi dengan vas bunga ini? Bagaimana sampai pecah begini?".

Agar Anak Terbiasa Berkata Jujur

Untuk membentuk perilaku anak supaya terbiasa mengakui kesalahannya sendiri, perlu diterapkan kebiasaan ini sejak anak berusia dini. Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua:

Hubungan yang dekat dengan anak menjadi hal yang penting. Saling berbagi cerita tentang apa yang terjadi ketika orangtua dan anak tidak bersama (misalnya orangtua bekerja dan anak sekolah), membantu membiasakan anak menceritakan dengan sebenarnya (positif atau negatif) apa yang mereka alami.

Hargai setiap kejujuran anak, apalagi jika situasinya sebenarnya sangat sulit untuk mengatakan demikian.
Untuk membentuk kebiasaan, orangtua harus terus menerus mengingatkan dan bersikap konsisten karena anak perlu diingatkan berulang kali, mengingat mereka masih dalam tahap perkembangan dan pembentukan perilaku.

Sebagai orangtua kita juga perlu menjadi contoh. Kita tidak harus selalu menunjukkan pada anak kalau kita "sempurna" tanpa pernah berbuat salah. Ceritakan pada mereka kesalahan dan "pelajaran" apa yang Moms dapatkan. Jika memang kita berbuat salah pada anak, akui dan minta maaf pada mereka dan sertai dengan penjelasan.
 
sumber : www.okezone.com

Jumat, 04 Februari 2011

Tips untuk ananda mengasuh/membesarkan/mendidik permata hati

Ada 5 area yg harus kita perhatikan dlm membesarkan anak kita

1. Mengajarkan anak2 ttg Arti Disiplin
2. Membiasakan mereka u/ mengucapkan "Terima Kasih"
3. Mengajarkan mereka u/ selalu mengucapkan kata "Tolong" saat meminta sesuatu
4. Mengajarkan mereka u/ Sopan
5. Mengajarkan mereka u/ Percaya Diri

Fase2 dlm mendidik anak
0-5 th fase Dicipline
6-12 th fase Training, orang tua  harus lebih banyak memberikan contoh
13-18 th fase Coaching
19 keatas, fase Friendship, parents acting as  friends of kids
Jangan memutarbalikkan fase2 tsb, contohnya fase Friendship dilakukan wkt anak2 kecil, akan menimbulkan disrespectful ke anak. Sebaliknya jgn terlalu dini mengirim anak ke luar negeri krn kita akan kehilangan fase Coaching.   
Bagaimana caranya:
1. Bawakan Perintah Agama & Larangan2nya
2. Ajak anak Berdoa bersama.
3. Berikan Contoh tindakan yg baik pada anak lebih banyak kelakuan sehari2 dulu daripada lewat kata-kata.
4. Beri anak Pujian jika berbuat baik. Anak butuh dorongan 2x lipat dibanding teguran.
5. Gunakan Hati dan Tangan kita u/ berdoa u/ anak2 kita....O:)

Hindari Kalimat-kalimat ini Saat Bicara dengan Anak

Ada saat-saat tertentu ketika orangtua merasa tak sabaran menghadapi anaknya. Marah dan frustasi kadang memicu ucapan yang tak diperhitungkan dengan seksama. Awalnya kita pikir kata-kata itu akan menghilang begitu saja dan tak berpengaruh pada anak, toh, orangtua dari kita sendiri mengucap kata-kata itu ke kita. Jangan salah, ada kata-kata yang seringkali memiliki dampak besar pada emosi dan psikologis anak. Ada beberapa kalimat yang sebaiknya dihindari saat berbicara dengan anak. Apa saja?


"Kamu seharusnya malu sama diri sendiri"
Kata "malu" adalah emosi yang destruktif dan seringkali memicu rasa bersalah yang sangat mendalam. Meski setiap anak bertingkah nakal, amat penting bagi mereka untuk mengerti mengapa tingkah mereka itu salah dan ia harus paham bahwa adalah hal yang wajar bagi setiap manusia untuk melakukan kesalahan, dan yang terpenting adalah kita semua belajar dari kesalahan itu. 


"Karena Mama bilang begitu!"
Anak-anak merespon pada aturan saat mereka melihat alasan di baliknya. Habiskan beberapa detik untuk membantu mereka mengerti mengapa, agar mereka bisa melihat Anda sebagai figur otoritas yang pantas untuk dihormati ketimbang sebagai diktator. 


"Mama enggak peduli kamu mau apa!"
Kadang, saat ada lebih dari 1 anak yang harus Anda puaskan, sulit untuk bisa memberikan mereka semua apa yang mereka mau. Kadang, saat mereka merengek di saat bersamaan karena meminta hal-hal yang berbeda, tanpa sadar, banyak orang mengatakan kata-kata semacam ini kepada anaknya. Namun, hal ini bisa membekas di pikiran anak-anak, karena mereka akan berpikir bahwa Anda tak peduli pada kebutuhannya, dan imbasnya mereka bisa tidak menghormati Anda. Ingat, menghadapi emosi mereka tidak berarti menyerah dan memenuhi permintaan mereka. 


"Tante minta ciumnya, dong!"
Anda tidak akan mau mencium orang lain secara otomatis saat ada yang bilang mereka minta cium Anda, kan? Begitu pun anak-anak. Hormati wilayah personal mereka dan beri kontrol mengenai siapa yang boleh mendapat afeksi mereka. 



"Kenapa kamu enggak bisa kayak..."
Membandingkan anak dengan anak lain, entah itu saudara kandungnya atau teman sekolahnya sama artinya Anda menanamkan bibit kerusakan di dalamnya. Merasa lemah dan tidak baik bisa memicu anak yang akan "meledak" di suatu waktu dan pertikaian di antara saudara. Ketimbang membuat mereka merasa rendah diri dibanding kelebihan orang lain, pujilah ia akan hal-hal baik yang ia bisa, tawarkan bantuan di area yang mereka kurang kuasai. 


"Tunggu sampai Papa/Mama pulang nanti!"
Tak hanya hal ini akan memberi kesan bahwa yang mengatakan hal itu adalah orangtua yang takut kepada anaknya, tetapi juga menunjukkan bahwa Anda tidak punya kontrol terhadap situasi. Mengatakan hal ini berarti menyepelekan otoritas Anda dan pada akhirnya membuat si anak berpikir dan bertanya kepada diri sendiri, mengapa mereka mendengar Anda sejak awal?


"Kamu yang paling hebat!"
Ironis memang, tidak semua kata-kata positif itu berdampak positif. Tentu anak Anda adalah yang terbaik, tetapi terlalu banyak pujian tidak spesifik akan membuatnya jadi tidak berarti. Buatlah pujian yang spesifik. 


"Enggak usah takut. Enggak kenapa-kenapa, kok!"
Kemampuan seorang anak untuk merasa aman dan mengkomunikasikan perasaannya adalah hal yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Meski Anda pikir ini adalah sikap manis dan baik, tetapi sebenarnya kata-kata seperti ini mengimplikasikan bahwa emosi mereka tidak benar. Dengarkan dan hadapi ketakutan mereka ketimbang meremehkan dan membuat mereka mengacuhkan perasaan mereka. 


"Kamu nakal sekali!"
Adalah hal yang sangat buruk untuk melabeli anak dengan "nakal/badung/bandel", karena mereka akan berpikir itu adalah jati diri mereka dan berusaha untuk membenarkan Anda. Coba tunjukkan ketidaksukaan Anda akan sikap yang tak baik, jangan anaknya. 


"Cepetan, dong! Mama tinggal, Ya!"
Menanamkan isu bahwa Anda akan meninggalkannya bukan hal yang disarankan. Anak tak tahu apakah Anda benar-benar akan meninggalkannya atau tidak. Meski sebenarnya Anda hanya bercanda atau menakut-nakuti, alias ancaman kosong. Bersabarlah menunggunya dan sadari anak-anak amat mudah teralihkan pikirannya, dan cari cara lain untuk mempercepat persiapannya beranjak.

Sudah Siapkah Anak Sekolah ?

Sekolah menuntut kesiapan mental lho...

Banyak orang tua yg dibuat bingung, kapan ya anak musti mulai sekolah. Nah, sekolah yg saya maksud di sini adalah mulai dari playgroup/kelompok bermain..

Kalau buat saya (ini saya sendiri lho ya, jadi bisa aja gak sama buat yg lain), anak-anak baru akan saya sekolahkan umur 4 - 5 th, langsung masuk TK, bisa TK selama 1 th atau 2 th.

Tapi, ada beberapa ortu yg menilai, anak perlu juga masuk mulai dari playgroup. OK! Masing-masing ortu beda-beda pertimbangannya, gak bisa ditarik satu garis lurus yg saklek.

Selain itu masing-masing anak juga berbeda. Ada anak yang sudah siap sekolah sejak dini dan terus saja merengek minta sekolah, tapi ada juga anak yang butuh waktu lama untuk siap masuk sekolah.

Saya aja jaman dulu kecil-kecilnya pernah masuk Playgroup bareng adik saya, padahal ibu saya adalah FTM, ibu rumah tangga biasa. Tapi giliran anak sendiri saya gak mau, saya gak mau masukin anak saya sekolah lebih dini. Anak saya mulai masuk sekolah ya TK., itupun minimal umurnya 4 th..hehehe...

Buat saya kesiapan anak untuk masuk sekolah penting banget..

Pertama, kesadaran anak untuk mau sekolah tentu harus dari dirinya sendiri, karena anaklah yg akan menjalaninya, jadi dia harus mau dan mampu menanggung konsekwensinya, supaya tidak ada kasus anak mogok sekolah, males bangun pagi, dsb

Masa sekolah itu adalah masa yang sangat panjang, bayangkan berapa tahun anak harus sekolah nantinya? Nah selama masa sekolah yang nantinya panjang itu tentu ada saatnya anak akan mengalami kejenuhan, bayangkan jika sejak dini anak-anak yg mustinya "tugas psikologis dan perkembangannya" hanya bermain itu sudah "dituntut" untuk sekolah, duduk manis dan diam mendengarkan guru berbicara atau mendengarkan instruksi guru.

Sementara anak-anak usia dini kebutuhan perkembangannya masih ingin bebas bermain dan berlari kesana kemari, mengeksplor apapun yg ditemui dan dihadapinya. Mampukah "sekolah dini" memfasilitasi kebutuhan perkembangan anak itu?

Kedua, sudah siapkah anak secara mental emosional, untuk sekolah?
coba kita jawab pertanyaan-pertanyaan simpel berikut :
sanggupkah anak bangun pagi?
sanggupkah anak beradaptasi dg situasi baru tanpa ortu, hanya dg guru/asistennya ?
sanggupkah anak berada di lingkungan baru selama beberapa jam ?
sanggupkah anak menerima instruksi guru ?
sanggupkah anak mengerti apa yg diinstruksikan oleh guru ?
sanggupkah anak melakukan apa yg diinstruksikan oleh guru ?
sanggupkah anak melakukan "tugas" dari guru? seperti jika guru memberi instruksi untuk memberi warna, menggunting,  menempel, menulis, dsb ?
sanggupkah anak maju ke depan kelas, bercerita, bertanya pada guru, dsb?
sanggupkah anak melakukan beberapa hal secara mandiri, seperti makan sendiri, pergi ke kamar mandi sendiri, menyimpan mainan atau peralatan ke tempatnya, dsb?
sanggupkah anak menyimpan dan memasukkan peralatannya sendiri ke dalam tas tanpa bantuan?
sanggupkah anak melakukan aktifitas-aktifitas fisik yg menuntut kemampuan motorik kasar seperti berlari, menaiki tangga, menendang /melempar bola, dsb?
sanggupkah anak menghadapi teman-temannya ?
sanggupkah anak berkenalan ?
sanggupkah anak mendekati teman dan mengajaknya main bersama?
sanggupkah anak berbagi mainan bersama temannya?
sanggupkah anak bermain bersama teman-temannya secara baik dan fair ?
sanggupkah anak menghadapi persaingan ?
sanggupkah anak menghadapi pertengkaran antar teman?
sanggupkah anak menghadapi teman yg kasar ? agresif ? suka merebut mainan ? suka mengejek teman ? dsb
Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu dijawab ortu utk melihat seberapa jauhkan dan seberapa siapkah anak sekolah?

Hal-hal yg sudah disebutkan itu hanya beberapa hal yg akan dihadapi anak kelak di sekolahnya.
Anak-anak yg belum siap mental utk bersekolah, nantinya akan bermasalah di sekolah. Entah berdampak langsung pada saat itu juga misalnya mogok sekolah, sekolah tapi ogah-ogahan, takut/trauma sekolah, atau selalu minta ditemani di sekolah, sekolah tapi menjerit-jerit karena tidak mau masuk kelas, sekolah tapi mondar mandir di kelas, tidak konsentrasi, dsb, atau berdampak di kemudian hari, entah anak nantinya jd pendiam, pemalu, penakut, malas belajar, sulit konsentrasi, suka mengganggu teman, suka membolos, dsb.

Anak-anak yg belum siap juga nantinya akan merepotkan ortu toh? Misalnya harus ditunggui, bahkan sampai ke kelas, ditemenin belajar di sekolah sepanjang waktu?....hm....*mikir-mikir*

Jika ortu mampu memberikan stimulasi yg baik di rumah, misalnya
mengenalkan konsep bentuk (segitiga, kotak, bulat, dst), konsep warna (merah, kuning, ijo, dst),
konsep berhitung (pengenalan konsep jumlah seperti jumlah barang ada 1, 2, 3, dst),
menulis (memegang pensil, mencoret kertas, membentuk huruf/angka) ,
menggambar, mewarnai, dsb dengan cara-cara yg asyik dan fun, sambil bermain, ketika sedang makan, ketika sedang jalan-jalan, ketika sedang bermain, ketika sedang membaca bersama, tanpa pemaksaan, tentu akan lebih bagus lagi. Jada anak "sekolah" dg suasana yg lebih asyik di rumah, gak harus masuk playgroup.

Karena toh yg diajarkan di playgroup untuk menstimulasi anak juga. Jadi? Kenapa bukan ortunya saja yg berusaha menstimulasi semaksimal mungkin. Belikan mainan-mainan edukatif (stacking ring, shape shorter, dsb), buku-buku permainan utk balita yg bisa diterapkan bersama anak, buku-buku cerita untuk story telling, dsb. Toh investasinya sama dg kalo kita masukkan ke playgroup (mungkin lebih hemat sedikit dan uangnya bisa buat tambahan investasi sekolah atau kuliah anak di masa depan kan ?)

Tinggal kita bikin aja kurikulum dan susun target sendiri kalo menginginkan, disesuaikan dg kemampuan yg udah dicapai anak. Masing-masing ortu tentu lebih tahu kan kemampuan anaknya.

Jangan lupa, jangan cuma membelikan dan kemudian diberikan begitu saja ke anak, karena gak akan bermanfaat apa-apa, kecuali ortu mau main bersama anak dan "belajar" bersama anak hehehe. (untuk ini mungkin banyak ortu yg lebih pintar dari saya ya)

Lantas bagaimana dengan sosialisasinya? Sosialisasi juga ada masanya kog, sedari kecil anak mungkin hanya berinteraksi dengan orang dewasa atau orang yg dikenalnya, seiring dg waktu ditambah kesiapan mental dan pertambahan umur dan kematangan berpikirnya, anak juga akan belajar bersosialisasi dengan teman sebaya.

Sosialisasi gak mudah lho, gak semudah yg kita pikirkan, jadi perlu kesiapan mental juga. Bagaimana berhadapan dg teman, bagaimana berkenalan dan bertegur sapa dg teman, bagimana bermain bersama teman, bagaimana berbagi mainan dg teman, dsb, semua itu tentu butuh proses dan proses belajar yg tidak sebentar.

Yah biar bagaimanapun, masing-masing ortu mungkin beda pertimbangan dan kebijakan untuk menyekolahkan anak, semua kembali dari sisi anak dan ortunya juga.

by: Maya Siswadi / Maya Mai Farnomisa

Tips : Merawat Gigi Bayi Pada Usia 0-24 Bulan

Cara merawat mulut bayi pada saat usia 0 �" 6 bulan:
1. Bersihkan gusi bayi anda dengan kain lembab, setidaknya dua kali sehari
2. Selesai menyusui, ingatlah untuk membersihkan mulut bayi dengan kain lembab
3. Jangan menambah rasa manis pada botol susu dengan madu atau sesuatu yang manis.

Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 7-12 bulan:
1. Tanyakan dokter anak atau dokter gigi anda apakah bayi anda mendapat cukup fluor
2. Ingatlah untuk membersihkan mulut bayi anda dengan kain lembab ( tidak basah sekali), sehabis menyusui.
3. Berikan air putih bila bayi anda ingin minum diluar jadwal minum susu
4. Saat gigi mulai tumbuh, mulailah membersihkannya dengan menggunakan kain lembab. Bersihkan setiap permukaan gigi dan batas antara gigi dengan gusi secara seksama, karena makanan seringkali tertinggal di permukaan itu.
5. Saat gigi geraham bayi mulai tumbuh, mulai gunakan sikat gigi yang kecil dengan permukaan lembut dan dari bahan nilon.
6. Jangan gunakan pasta gigi dan ingat untuk selalu membasahi sikat gigi dengan air.
7. Periksakan gigi anak anda ke dokter gigi, setelah 6 bulan sejak gigi pertama tumbuh, atau saat usia anak setahun.

Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 13-24 bulan:
1. Mulailah perkenalkan pasta gigi berfluoride
2. Pergunakan pasta gigi seukuran sebutir kacang hijau.
3. Sikat gigi anak setidaknya dua kali sehari (sehabis sarapan dan sebelum tidur di malam hari)
4. Gunakan sikat gigi yang lembut dari bahan nilon.
5. Ganti sikat gigi tiap tiga bulan atau bila bulu-bulu sikat sudah rusak.
6. Jadilah teladan dengan mempraktekkan kebiasaan menjaga kesehatan mulut dan lakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
7. Biasakan anak untuk memakan makanan ringan yang sehat, seperti buah segar dan sayuran segar.
8. Hindari makanan ringan yang mengandung gula.

Oleh Drg.Yerika & Drg. Marshinta

Tips : Mengatasi Genitnya Anak di Facebook

Media jejaring sosial, terutama Facebook, semakin akrab dengan segala kalangan, termasuk anak dan remaja. Coba simak saja ungkapan perasaan atau kata-kata yang ditulisakan oleh anak, keponakan, atau adik remaja Anda di Facebook. Anda akan menemukan dunia anak dan remaja yang begitu "genit" dan kadang tak pernah Anda kira sebelumnya. Orangtua perlu lebih bijak menanggapi kondisi ini, agar mampu menguasai diri dari rasa cemas dan khawatir berlebihan. 


Tak salah jika dikatakan, Facebook di Indonesia menjadi fenomena. Data menunjukkan, Indonesia menjadi negara penyumbang akun Facebook ketiga terbesar, setelah AS dan Inggris. Peringkat ini meningkat tajam, karena pada 2009 lalu Indonesia masih berada di peringkat tujuh di dunia. Laporan Kontan menuliskan, Agustus 2010 lalu akun Facebook di Indonesia berjumlah 26 juta. 


Bagaimanapun, jangan dulu memandang negatif genitnya Facebook yang sukses mengambil hati anak Anda. Jejaring sosial tetap ada positifnya. Meski banyak orangtua yang mulai resah karena mendapati anaknya mulai berkencan melalui Facebook.
Kuncinya, orangtua tetap perlu bijaksana dan tidak mudah terlalu curiga atau mencemaskan anak-anaknya. Ini karena rasanya hampir mustahil bagi orangtua melarang anak mengakses Facebook..


"Manfaat Facebook sebenarnya cukup banyak bila digunakan untuk hal positif. Kata kunci untuk mengendalikan anak-anak adalah dengan mengalihkan perhatian mereka," papar Rienny Hassan, pengasuh rubrik psikologi Tabloid Novaseperti dikutip Warta Klub Nova.


Mengapa demam Facebook menjadi fenomena kalangan anak dan remaja?
Rienny menjelaskan, anak usia praremaja dan remaja punya kebutuhan besar untuk mengidentifikasikan diri dengan segala hal yang lekat dengan atribut "keremajaan". "Yang teman-temannya lakukan, terasa wajib ia lakukan pula," tambahnya.


Facebook menjadi wadah berekspresi yang digemari anak pemalu. Mereka mendapatkan kompensasi luar biasa dari kontak sosial di dunia maya, karena tanpa bertatap muka, obrolan bisa mengalir lancar. Efeknya, kata Rienny, "cinta maya" mudah sekali bersemi dan menjadi prioritas utama. Kisah cinta di dunia maya ini menggeser kesenangan lain yang lebih sehat dan mendewasakan dalam konteks dunia nyata.


Orangtua menjadi teladan nyata
Menurut Rienny, fenomena Facebook berakar dari pencarian jati diri, di tempat yang salah, pada waktu yang salah, pada orang yang salah. Orangtua perlu menjadi teladan bagi anak agar anak punya keinginan dan aspirasi. 


Anak perlu ditanamkan kematangan perilaku untuk lebih menghargai dan peduli pada kenyamanan orang lain. Dengan begitu anak mampu berhenti sejenak memikirkan diri sendiri dan punya keinginan menyenangkan hati orangtua atau orang lain di sekitarnya.
Tanpa kematangan seperti ini, egoisme anak akan tumbuh subur. Dampaknya, anak akan cuek, tetap mempertahankan perilaku dan kebiasaan yang membuat orangtua atau orang lain di sekitarnya tak nyaman. 


Rienny menjelaskan, untuk mencetak anak dengan kematangan sikap, orangtua perlu meneladani kejujuran, integritas dalam menjalani hidup, yang merupakan pola ideal untuk diadopsi anak nantinya.
Dengan mengadopsi pola ideal ini, anak mampu menjalani hidup dengan keputusan bertanggung-jawab, termasuk membagi waktu untuk hal yang bermanfaat bagi dirinya. 
Rasanya jika anak memiliki perilaku seperti ini, meski candu Facebook tak bisa dihindari, anak masih bisa membatasi dirinya.


Bicara dengan bahasa anak dan ciptakan hubungan nyata Rienny mengatakan, orangtua akan tetap bijaksana dan tidak "parno" atau mudah curiga dan cemas tanpa alasan jelas, bila orangtua rajin meng-update diri dengan kemajuan teknologi.


"Orangtua perlu tahu apa itu internet, apa yang terjadi di warnet, apa rasanya ber-Facebook-an, sehingga kesenangan dan kenikmatan yang melanda anak, bisa dihayati pula," katanya. 


Orangtua juga perlu menggunakan bahasa yang sama dengan anak tentang suatu hal. Cara ini akan membuat anak merasa dipercaya sehingga punya tanggung jawab untuk memelihara kepercayaan dari orangtuanya.


"Berikan juga peluang kepada anak untuk merasakan dan kemudian meyakini bahwa individu punya kebutuhan dasar untuk connected. Terhubung secara nyata dengan individu lain, melalui kontak mata, sentuhan, pelukan, dan belaian kasih dari orang yang menyayanginya," jelas Rienny. 


Kesempatan berkomunikasi dan berhubungan langsung dengan anak ini perlu diciptakan orangtua agar anak tak semakin terbenam dalam dunia maya yang hanya menawarkan sentuhan semu dan bukan hubungan yang nyata.

Kamis, 03 Februari 2011

Tips : Merawat Gigi Bayi Pada Usia 0-24 Bulan

Cara merawat mulut bayi pada saat usia 0 �" 6 bulan:
  1. Bersihkan gusi bayi anda dengan kain lembab, setidaknya dua kali sehari
  2. Selesai menyusui, ingatlah untuk membersihkan mulut bayi dengan kain lembab
  3. Jangan menambah rasa manis pada botol susu dengan madu atau sesuatu yang manis.

Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 7-12 bulan:

  1. Tanyakan dokter anak atau dokter gigi anda apakah bayi anda mendapat cukup fluor
  2. Ingatlah untuk membersihkan mulut bayi anda dengan kain lembab ( tidak basah sekali), sehabis menyusui.
  3. Berikan air putih bila bayi anda ingin minum diluar jadwal minum susu
  4. Saat gigi mulai tumbuh, mulailah membersihkannya dengan menggunakan kain lembab. Bersihkan setiap permukaan gigi dan batas antara gigi dengan gusi secara seksama, karena makanan seringkali tertinggal di permukaan itu.
  5. Saat gigi geraham bayi mulai tumbuh, mulai gunakan sikat gigi yang kecil dengan permukaan lembut dan dari bahan nilon.
  6. Jangan gunakan pasta gigi dan ingat untuk selalu membasahi sikat gigi dengan air.
  7. Periksakan gigi anak anda ke dokter gigi, setelah 6 bulan sejak gigi pertama tumbuh, atau saat usia anak setahun.

Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 13-24 bulan:

  1. Mulailah perkenalkan pasta gigi berfluoride
  2. Pergunakan pasta gigi seukuran sebutir kacang hijau.
  3. Sikat gigi anak setidaknya dua kali sehari (sehabis sarapan dan sebelum tidur di malam hari)
  4. Gunakan sikat gigi yang lembut dari bahan nilon.
  5. Ganti sikat gigi tiap tiga bulan atau bila bulu-bulu sikat sudah rusak.
  6. Jadilah teladan dengan mempraktekkan kebiasaan menjaga kesehatan mulut dan lakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
  7. Biasakan anak untuk memakan makanan ringan yang sehat, seperti buah segar dan sayuran segar.
  8. Hindari makanan ringan yang mengandung gula.

Oleh Drg.Yerika & Drg. Marshinta

TIPS Membuat Anak Tangguh di Era Digital:

Hadirkan Allah/Tuhan di dalam diri anak. 
Ajarkan untuk selalu ingat Allah, taat kepadaNYA dari kecil.
Hindari: Jangan sampai kamu hamil ya, Bikin malu keluarga! Bapak / Ibu malu!!!---> Salah Besar. Ajarkan bahwa, dimanapun dia berada, Allah tau apa yang dia perbuat!
Perbaiki pola pengasuhan/parenting. Libatkan kedua-belah pihak. Jangan jadi ortu yang abai bin pin
Validasi anak : penerimaan, pengakuan dan Pujian. Jangan jadikan anak anda, anak yang BLASTED! Boringg --> Lazzy --> Stressed!!
Mandiri & Bertanggung jawab kepada ALLAH, diri sendiri, keluarga & masyarakat.
Memberikan fasilitas pada anak harus dengan landasan dan persyaratan agama yang jelas
Mempunyai MODEL yang baik dan benar

KOMIK
Cek bacaan anak. Baca dulu sebelum membeli.
Secara Berkala periksa meja belajar/lemari/ kolong tempat tidur.
Notes: JANGAN SAMPAI KETAHUAN ANAK!!
Kenalkan anak pada berbagai jenis bacaan. Diskusikan bacaan dengan anak.

GAMES
Perhatikan letak computer/media video games di rumah.
Perhatikan jarak antara mata anak/ruang cukup pencahayaan, layar tidak terlalu terang.
Pilihkan meja & kursi yang ergonomis. Buat kesepakatan dengan anak tentang: Berapa dalam seminggu. Kapan waktu yang tepat ... Games apa yg boleh dimainkan. Sanksi apa yang diberlakukan, jika melanggar. Dampingi anak dalam membeli games dan cek selalu rating Games dalam kemasan games.

Banyak video games ber-rating AO (Adult Only) atau M (mature) yang dibajak dengan rating ESRB (Entertainment Software Rating Board, sebuah lembaga pemberi rating untuk games hiburan) diubah menjadi Teen, seperti GTA San Andreas, Mass Effect, Gta IV dsb


TV
Atur jam menonton TV. No TV dibawah 2 thun. 5-7 tahun paling lama menonton TV: 2 jam/hari
Kenalkan dan diskusikan ttg program TV yang baik dan buruk.
Perhatikan jarak menonton

INTERNET
Perhatikan letak computer : tidak menghadap dinding
Lakukan filterisasi terhadap situs porno (pasang alat pemblokir situs porno)
Buat Kesepakatan tentang waktu bermain internet
Secara berkala, cek situs apa saja yang telah dibuka anak di computer

IKHTIAR TERAKHIR
Perbanyak mendengarkan perasaan. GUNAKAN 2 TELINGA lebih sering daripada satu MULUT
Orang tua harus TTS = TEGAS, TEGAR, SABAR
Meningkatkan diri dengan berbagai macam pengetahuan (Seminar, pelatihan, buku parenting dan agama)
Setelah semua upaya ---> DOA

Mohon maaf jika kurang berkenan...

From: dodibudiristio